Kecap Tidak Selalu Halal Bisa Saja Haram

Kecap sangat populer di kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak sampai dewasa sangat akrab dengan bahan pangan yang satu ini. Pada kalangan tertentu kecap bahkan dianggap sebagai menu wajib yang harus tersedia dalam hidangan sehari-hari.
Tetapi meskipun sudah sangat populer, belum banyak diantara kita yang memahami produk ini secara baik. Tidak banyak yang tahu dari mana asal-usul kecap, bagaimana cara membuatnya dan apa saja yang ditambahkan dalam produk itu. Keawaman ini sering membawa dampak kurang baik, terutama dalam memilih kecap yang baik dah halal. Sebab pada kenyataannya ada juga kecap ‘palsu’ yang beredar di pasaran.
Kecap yang sebenarnya berasal dari kedelai dan gandum yang difermentasi selama berbulan-bulan menggunakan mikoba yang dapat memecah protein menjadi komponen lebih sederhana. Mikroba yang sering digunakan adalah dari jenis kapang, terutama Aspergillus. Kecap ini biasanya agak mahal, karena di samping bahan bakunya cukup mahal juga karena proses pembuatannya yang berlangsung berbulan-bulan. Oleh karena itu pengusaha yang nakal kadang-kadang menggunakan bahan-bahan yang lebih murah, seperti air yang dicampur dengan perasa dan pewarna kecap.
Ada juga kecap yang ditambahkan berbagai bahan lainnya untuk menambah rasa dan aromanya. Bahan-bahan itu biasanya yang mengandung protein tinggi dan bahan-bahan perasa yang kuat, seperti sumsum tulang binatang, kepala ayam, kepala ikan, bahkan kadang kadang-kadang juga darah hewan. Penambahan bahan tersebut pada saat fermentasi.
Keberadaan tulang tersebut sebenarnya tidak menjadi masalah kalau tulang yang dimasukkan berasal dari hewan yang halal dan disembelih secara halal pula. Akan tapi tulang yang tidak jelas asal-usulnya dapat menimbulkan masalah dalam kehalalan makanan. Sebab kebanyakan tulang sapi sudah dimanfaatkan oleh banyak pihak, termasuk tukang baso, tukang soto dan sebagainya. Jadi secara ekonomis tulang yang paling murah dan mudah didapat adalah tulang binatang haram seperti babi.
Pada prinsipnya proses pembuatan kecap merupakan fermentasi protein dan karbohidrat menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Komponen tersebut adalah protein larut air, asam amino,oligosacharida dan sebagai asam laktat. Pemecahan protein ini dilakukan oleh enzim yang dikeluarkan oleh kapang yang tedapat dalam starter yang ditambahkan.
Pembuatan kecap dimulai dari fermentasi koji. Koji merupakan kultur campuran yang menggunakan kacang kedelai dan gandum sebagai medianya. Kedelai yang akan digunakan direbus dulu untuk melunakkan jaringan, sedangkan gandumnya disangrai dengan suhu tinggi. Kemudian starter yang terdiri dari kapang Aspergillus ditambahkan dan dibiarkan tumbuh.
Fermentasi kemudian dilanjutkan dengan fementasi garam atau yang lebih dikenal dengan fermentasi moromi. Ke dalam larutan koji yang sudah jadi tersebut ditambahkan larutan garam sesuai dengan perbandingan 1:1 atau 1,5 tergantung kebutuhan. Fermentasi ini berlangsung selama 6 sampai 9 bulan sampai dihasilkan saus kedelai (bahan kecap setengah jadi).
Saus kedelai ini masih terdiri atas cairan dan padatan sisa. Oleh karena itu perlu disaring untuk memisahkan cairan dengan padatannya. Di beberapa tempat pemisahan ini disertai dengan direbus untuk mengeluarkan komponen kecap yang masih tertinggal di dalam padatan sisa.
Cairan ini kemudian dipanaskan atau dipasteurisasi pada suhu 900C untuk menghentikan seluruh proses fermentasi dan membunuh mikroba penyebab kerusakan dan kebusukan. Untuk kecap asin tidak perlu ditambahkan gula merah, sedangkan untuk kecap manis ditambakan gula merah.
Seluruh proses tersebut dapat berlangsung antara 7 sampai 10 bulan, tergantung dari kondisi fermentasi dan jenis bahan bakunya. Selam itu pula suhu dan kelembaban yang mempengaruhi fermentasi perlu dikontrol guna menghasilkan kecap yang bermutu tinggi.
Melihat proses pembuatan kecap yang begitu panjang dan rumit itulah, kadang-kadang pengusaha melakukan rekayasa-rekayasa yang kurang baik. Misalnya dengan menambah perasa kecap, menambah bahan pewarna, meskipun sebenarnya proses fermentasinya belum tuntas. Atau kadang-kadang bahan baku yang seharusnya kedelai digantikan dengan bahan-bahan lain yang lebih murah. Misalnya dengan jagung atau beras. Kekurangan protein kedelai tersebut digantikan dengan bahan-bahan lain seperti tulang, kepala atau kulit binatang.
Dari kemungkinan-kemungkinan tersebut, konsumen perlu berhati-hati dalam memilih kecap untuk kebutuhan sehari-harinya. Janganlah memilih kecap karena pertimbangan harga semata, karena tidak mustahil kecap yang murah itu mutunya kurang baik. Selain itu kecap yang memiliki rasa dan aroma yang terlalu ekstri, seperti terlalu gurih atau ada rasa amis, maka perlu diwaspadai bahwa kecap tersebut ditambahkan bahan-bahan hewani. Sebab kecap yang asli dari kedelai tidak memiliki rasa amis atau guris seperti rasa kaldu,, tetapi rasa gurih yang khas kecap asli.