Pergantian tahun baru dalam islam berbeda dengan tahun Masehi dan dinamakan sebagai tahun Hijrah. Kalender hijrah adalah kalender islam. Sejarah pergantian tahun dan hitungan tahun dalam Islam merupakan rangkaian sejarah penyebaran agama Islam dan perjuangan kaum muslimin. Penanggalan yang juga dipakai standar dalam penentuan waktu-waktu ibadah dalam Islam seperti ibadah puasa wajib pada bulan Ramadhan, Ibadah haji pada bulan Dzulhijjah, dan lain sebagainya.
Penentuan awal tahun Hijrah di tetapkan pada zaman khalifah/pemerintahan Umar bin Khatab. Saat itu Abu Musa Al-Asyri sebagai salah seorang gubernur menulis surat kepada Amirul Mukminin yang isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan.
Mendapatkan masukan ini, khalifah Umar bin Khatab menggelar syura (musyawarah). Maka dikumpulkanlah beberapa sahabat senior waktu itu. Diantaranya adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhan bin Ubaidillah.
Dalam musyawarah itu muncullah beberapa usulan dimulainya tahun Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad (kelahiran) Rasulullah SAW. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad SAW menjadi Rasul. Dan ada pula yang mengusulkan berdasarkan hijrah Rasulullah SAW. Usul terakhir ini datang dari Ali bin Abi Thalib, dan usul inilah yang kemudian disepakati.
Maka ditetapkanlah tahun pertama dalam kalender Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah SAW. Sedangkan nama-nama bulan dalam kalender hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang telah ada dan berlaku di masa itu di bangsa Arab selama ini.
Kalender hijriyah dimulai dari masa hijrah yaitu saat rasullulah pindah dari mekah ke Madinah. Bukan dari waktu kelahiran Rasulullah, bukan dari diangkatnya Muhammad sebagai Rasulullah, bukan pula dari peristiwa lainnya.
Sejarah hijrah terjadi setelah Rasulullah berdakwah menyebarkan islam selama 13 tahun di Mekah namun belum membuat negeri itu menjadi negeri islam. Meskipun banyak yang menjadi pemeluk islam.
Orang-orang kafir Quraisy makin gencar menghalangi dakwah. Berbagai bentuk celaan dalam ribuan variannya telah dilancarkan. Siksaan kepada kaum muslimin yang lemah juga dilakukan. Berbagai negosiasi dan tawaran ditempuh agar dakwah berhenti. Sampai pemboikotan kaum muslimin hingga mereka terpaksa memakan daun-daunan. Semuanya tidak menghentikan dakwah Rasullulah SAW
Sementara itu, dari arah Yatsrib (sekarang Madinah) sangat mendukung dakwah islam. Sebelumnya Rasulullah SAW memang telah mengutus dai islam Mush’ab bin Umair untuk mendakwahi penduduk Yatsrib, mengajarkan Islam kepada mereka. Hasilnya, penduduk Yatsrib berbondong-bondong masuk Islam. Mereka bahkan berbaiat melindungi Rasulullah. Mereka juga mengabarkan bahwa Yatsrib telah menjadi basis sosial yang siap ditempati kaum muslimin.
Maka, dua bulan lebih beberapa hari setelah Baiat itu, kaum muslimin Mekah yang kemudian dikenal dengan nama Muhajirin telah hijrah ke Yatsrib. Yang kemudian dinamakan Rasulullah sebagai Madinah. Namun saat itu Rasulullah SAW dan Abu Bakar yang masih tinggal di Mekah. Sampai kemudian datang perintah Allah kepada keduanya untuk hijrah, tepat ketika para kafir Quraisy hendak membunuh Rasulullah dengan mengepung rumah beliau. Namun dengan perlindungan allah Rasullulah dan Abu Bakar dapat keluar dari kepungan itu dengan kuasa allah yang membuat beliau tidak terlihat oleh musuhnya. Sampai akhirnya meniggalkan mekah menuju madinah. Penduduk Madinah menyambut Rasullulah dengan suka cita.
Hijrah bukanlah perjuangan ringan. Umat islam telah disiksa di kampung halamannya harus berpindah ke negeri lain yang tidak dikenal. Yang belum jelas. Yang masih samar masa depan di sana. Di saat yang sama ia harus meninggalkan rumah dan harta benda yang tidak mungkin dibawa. Mereka terusir. Terusir dari kampung halaman tanpa bekal dan tanpa kejelasan masa depan. Namun karena iman, mereka menempuh perjuangan sulit dan melelahkan itu.
Hijrah secara bahasa berarti “tarku” (meninggalkan). Dikatakan: hijrah ila syai’ berarti “intiqal ilaihi ‘an ghairihi” (berpindah kepada sesuatu dari sesuatu). Sedangkan secara istilah hijrah berarti “tarku man nahallaahu ‘anhu”: meninggalkan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda: “Muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah”. (HR. Bukhari)
Dengan demikian, hijrah secara maknawi terus relevan sampai kapan pun. Bahwa nilai dan semangat hijrah harus kita bawa dalam kehidupan modern ini. Kita berhijrah dari kejahiliyahan menuju Islam. Hijrah dari kekufuran menuju Iman. Hijrah dari kesyirikan menuju tauhid. Hijrah dari kebathilan menuju al-haq. Hijrah dari nifaq menuju istiqamah. Hijrah dari maksiat menuju tha’at. Dan hijrah dari yang haram menuju yang halal.
Selamat Tahun Baru 1434 Hijrah.